BERBUAT BAIK BELUM TENTU BERAMAL SHALIH
Allah
SWT menciptakan segala sesuatu adalah untuk kesempurnaan kehidupan manusia. Manusia
memiliki nilai lebih dibandingkan dengan makhluk-makhluk yang lainnya. Makhluk selain
dari manusia dihidupkan atau diciptakan hanya untuk kelengkapan dan kesempurnaan,
serta perhiasan bagi kehidupan manusia yang pada akhirnya akan dimusnahkan
tanpa adanya perhitungan dihari nanti. Sedangkan manusia diciptakan dan
dihidupkan oleh ALLAH SWT adalah untuk dihidupkan kembali ditempat yang berbeda
dengan kehidupan yang sekarang ini. Manusia mempunyai dua tempat, yang kedua
tempat itu tidak mungkin dapat dihuni oleh manusia pada waktu yang bersamaan,
yaitu dunia tepatnya planet bumi dan akhirat. Dunia merupakan tempat singgah
sementara hingga waktu yang sudah ditentukan, yang syarat dengan ujian. Sebagaimana
dijelaskan dalam Surat al-Baqarah ayat 36 sebagai berikut: ...dan bagi kamu ada tempat kediaman dibumi, dan kesenangan hidup
sampai waktu ditentukan.”
Sementara
itu, kehidupan di akhirat merupakan kehidupan yang sebenarnya, kehidupan tanpa
adanya syarat untuk beribadah kepada Allah SWT. Tempat dan waktunya orang-orang
yang bertawqa menerima balasan kebaikan dari-Nya dengan surga yang penuh
kenikmatan lagi kekal selama-lamanya sesuai firman Allah SWT dalam Surat al-A’la
(87) ayat ke-17, yaitu: sedangkan
kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.
Kehidupan
di akhirat nanti merupakan kehidupan yang sesungguhnya, bukan kehidupan yang
serba semu. Kebahagiaan tidak mungkin saling bertautan dengan kesengsaraan
dalam diri seseorang. Artinya, kebahagiaan itu akan dirasakannya untuk selama-lamanya,
tidak akan mengalami perubahaan, serta tidak mungkin pula munculnya kejenuhan,
sebagaimana adanya kejenuhan yang dialami dalam kehidupan di dunia ini.
Setiap
manusia pasti akan dibangkitkan dari kuburnya masing-masing untuk
diperhitungkan segala amalannya, tidak ada seorang pun yang terlewat untuk
dibangkitkan darinya. Sudah tentu keuntungan dan kebahagiaan akan diraih oleh
orang-orang yang senantiasa beramal shalih, yaitu suatu amal yang sesuai dengan
perinah Allah SWT, suatu amalan yang berpijak pada keikhlasan dan berdasar pula
pada syariat yang diridhoi-Nya. Sehebat apapun amalan seseorang, tapi jika
tidak bermodalkan keikhlasan maka jangan diharap sebagai amalan yang akan
diterima oleh_nya. Keikhlasannya ada, namun tidak sesuai dengan syariat yang
diridhoi atau tidak sesuai dengan perintah Allah SWT dan sunnah RasulNya, maka
itupun termasuk amal yang sia-sia belaka.
Didalam
al-Qur’an surat al-Furqan (25) ayat 23 dijelaskan sebagai berikut: “Dan kami hadapi segala amal yang mereka
kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.”
Imam
Ahmad Musthafa al-Maraghi, menjelaskan dalam kitab tafsirnya jilid ke-7 halaman
4, bahwa mahasinu a’malihim, kebaikan
amal mereka, seperti shilaturrahim, dijadikan haba’an mantsuran, laksana debu yang bertebaran. Bertebarannya debu
ketika kuda berlari kencang atau ketika mobil lewat. Bukannya memberi manfaat
melainkan mengotori udara dan pernafasan. Penyebabnya adalah karena
dilakukannya bukan dengan keikhlasan serta tidak berdasar pada syariat yang
diridhoi Allah SWT.
Semua
orang sepakat, bahwa menghormat tamu merupakan bagian dari kebaikan. Namun,
belum tentu akan mencapai amal shalih, jika dilakukan tidak berdasar pada
keikhlasan. Kata-kata yang indah mempesona, kesanggupan dan janji-janis yang
manis, diselingi senyum simpul, tidak selamanya mencerminkan kesucian hati dan
kecintaan yang hakiki. Sebab, penipu pun sering melakukan hal seperti itu. Itulah
gambaran perbuatan baik yang tidak baik, apalagi mencapai sebutan amalan
shaliban.
0 Response to "BERBUAT BAIK BELUM TENTU BERAMAL SHALIH"
Post a Comment